Senin, 12 Oktober 2015

Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri

"...Karena itu tertjatutlah bahwa negara-2 Arab jang paling duhulu mengakui RI dan paling dahulu mengirim misi diplomatiknja ke Jogja dan jang paling dahulu memberi bantuan biaja bagi diplomat-2 Indonesia di luar negeri. Mesir, Siria, Irak, Saudi-Arabia, Jemen, memelopori pengakuan de jure RI bersama Afghanistan dan Iran beserta Turki mendukung RI.
Fakta-2 ini merupakan hasil perdjuangan diplomat-2 revolusi kita. Dan simpati terhadap RI jang tetap luas di negara-2 Timur Tengah merupakan modal perdjuangan kita seterusnja, jang terus harus dibina untuk perdjuangan jang ditentukan oleh UUD '45: "ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Karena itulah sewadjarnja di masa 50-an dan awal 60-an RI, dan terutama TNI memberikan dukungan-2 dan bantuan-2 kepada perdjuangan nasional/kemerdekaan di Timur Tengah, walaupun Indonesia sendiri sedang menghadapi berbagai operasi militer.
Insja Allah buku ini dapat ikut mensedjarahkan perdjuangan kemerdekan Indonesia sebaik-baiknja."
Djakarta, 10 Agustus 1972
Wassalam,
A. H. Nasution
***
Kata pengantar dari buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri yg ditulis oleh M. Zein Hassan, Lc., Lt., penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1980, ini ditulis oleh Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, seorang pahlawan nasional yg sempat menjadi target utama Gerakan 30 September/PKI.
Beliau adalah pelaku sejarah bagaimana proklamasi kemerdekaan terjadi dan mengetahui berbagai pula diplomasi yg dilakukan oleh Indonesia kepada negara-negara lainnya untuk juga turut mengakui kemerdekaan Indonesia.
Dan fakta menariknya yg ditulis baik oleh Almarhum Jenderal Besar A. H. Nasution (Pahlawan Nasional Indonesia) dan juga M. Zein Hassan sebagai Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia (wadah perjuangan diplomasi revolusi kemerdekaan Indonesia di luar negeri) adalah, justru negara-negara Arab-lah yg pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia. Bukan negara-negara Barat (Amerika Serikat dan Eropa), bukan pula negara-negara Timur (Cina, Jepang dan lainnya).
Ketika tidak ada suatu negara dan pemimpin dunia yang berani memberi dukungan secara tegas dan terbuka terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia, maka dengan keberaniannya, Syeikh Muhammad Amin Al Husaini, Mufti Besar Palestina menyampaikan selamat atas kemerdekaan Indonesia. Selain itu, beliau pun mendesak agar Negara-negara Timur Tengah mengakui kemerdekaan Indonesia sehingga berhasil meyakinkan Mesir dan kemudian diikuti oleh Suriah, Irak, Lebanon, Yaman, Arab Saudi, dan Afghanistan.
Selanjutnya Mesir, melalui pemimpin pergerakan Ikhwanul Muslimin, Syeikh Hasan Al Abanna. Syeikh Hasan Al Banna mengerahkan massa untuk berdemonstrasi, termasuk menghalau kapal-kapal Belanda yang melewati Terusan Suez. Terutama, saat Indonesia sedang dalam revolusi fisik melawan kembalinya Belanda.
Bahkan, Muhammad Hatta, Wakil Presiden Pertama Indonesia sekaligus Proklamator Kemerdekaan Indonesia pun menyatakan: “Kemenangan diplomasi Indonesia dimulai dari Kairo. Karena, dengan pengakuan mesir dan negara- negara Arab lainnya terhadap Indonesia sebagai negara yg merdeka dan berdaulat penuh, segala jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri janji, sebagai selalu dilakukannya di masa-masa yg lampau.”
PERTANYAANNYA sekarang adalah dengan begitu besar dukungan negara-negara Arab ini, lalu untuk alasan apa bangsa ini kemudian digiring untuk menjadi anti-Arab (baca: Anti Islam)? Padahal, dengan dukungan Arab (baca: Islam)-lah, negara ini diakui sebagai negara yg merdeka dan berdaulat. Ada agenda apakah gerangan sebenarnya? Liberalisasi? Sekularisasi? atau Komunisisasi?
Di mana Amerika? Eropa? Cina? dan negara-negara lainnya yg dielu-elukan sebagai negara kiblat modernitas dan hak asasi manusia? Justru mereka sedang menjadi negara penjajah. Bahkan sampai dengan saat ini juga.

*courtesy foto: Wahid Nugroho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar