Senin, 07 Maret 2016

Arie Frederick Lasut

Di pemakaman Sasonoloyo, Yogyakarta, tepatnya di timur Purawisata yang dulunya dikenal sebagai Kerkhof atau Pemakaman Belanda, terdapat sebuah makam seorang Pahlawan Nasional yang mungkin jarang didengar oleh masyarakat umum. Makam beliau memang berada di tengah pemakaman yang dulunya Pemakaman Belanda dimana masih ada beberapa makam belanda disana, tapi mengenai makam belanda akan kami bahas lain waktu. Makam tersebut milik seorang Pahlawan Nasional bernama Arie Frederick Lasut, beliau adalah Kepala Jawatan Pertambangan dan Geologi RI pertama.



Arie Frederick Lasut yang lahir di Kapataran, Lembean Timur, Minahasa, 6 Juli 1918 – meninggal di Pakem, Sleman, Yogyakarta, 7 Mei 1949 pada umur 30 tahun, adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dan ahli pertambangan dan geologis. Beliau terlibat dalam perang kemerdekaan Indonesia dan pengembangan sumber daya pertambangan dan geologis pada saat-saat permulaan negara Republik Indonesia. Setelah berpindah-pindah sekolah akibat masalah biaya, Arie Lasut akhirnya mendapat beasiswa dari Dienst van den Mijnbouw (Jawatan Pertambangan) untuk menjadi asisten geolog. Saat itu adalah saat bermulanya Perang Dunia 2 dan serangan pasukan Jepang yang akhirnya menuju ke Indonesia pada tahun 1942.

Semasa pendudukan Jepang di Indonesia, Beliau bekerja di Chorisitsu Chosayo (Jawatan Geologis) di Bandung. Beliau bersama dengan R. Sunu Sumosusastro termasuk beberapa orang Indonesia yang diberi posisi dalam jawatan tersebut oleh Jepang. Setelah Proklamasi kemerdekaan, pada bulan September 1945, Presiden Soekarno menginstruksikan untuk mengambil alih instansi-instansi pemerintahan dari Jepang. Beliau ikut serta dalam pengambilalihan jawatan geologis dari Jepang yang berhasil dilakukan secara damai. Jawatan itu kemudian dinamakan Jawatan Pertambangan dan Geologi. Kantor jawatan terpaksa harus dipindah beberapa kali untuk menghindari agresi Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kantor jawatan sempat pindah ke Tasikmalaya, Magelang, dan Yogyakarta dari tempat semulanya di Bandung.  Sekolah pelatihan geologis juga dibuka selama kepemimpinan Beliau sebagai kepala jawatan saat itu.

Sebagai Kepala Jawatan Pertambangan, Beliau diincar oleh Belanda karena pengetahuannya tentang pertambangan dan geologi di Indonesia, tetapi ia tidak pernah mau bekerjasama dengan mereka. Pihak Belanda juga melakukan pendekatan lunak dengan menawari Beliau sejumlah uang yang sangat besar jumlahnya untuk ditukar dengan data-data potensi tambang yang ada di Indonesia, termasuk potensi tambang di Papua (itulah sebabnya, Belanda bersikeras tidak mau melepas Papua walaupun sudah mengakui kedaulatan RI, sehingga terjadilah Operasi Trikora untuk membebaskan Papua Barat), tetapi Beliau selalu menolak.



Tanggal 7 Mei 1949, pada masa Agresi Militer Belanda 2, Beliau diculik oleh pihak Belanda yang sudah habis kesabarannya, dari rumahnya dan dibawa ke Pakem, sekitar 17 kilometer di utara Yogyakarta. Di sana Beliau disiksa dan ditembak mati.  Beliau dimakamkan di samping istrinya yang telah lebih dulu meninggal pada bulan Desember 1947 di pemakaman Sasonoloyo, Jalan Ireda, timur Purawisata (lokasi sekarang). Beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah pada tahun 1966.

-AYP-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar